Senin, 10 Desember 2007

AGAMA LOKAL DAN AGAMA IMPOR “Awal kemunculan dan keberadaanya di Indonesia”


Oleh: M. Agus Budianto


FAKTA sejarah agama-agama membuktikan bahwa paham akan adanya kekuatan diluar kemampun manusia atheisme sudah berkembang sangat lama, bahkan mungkin sama tuanya dengan umur manusia. Atheisme disini dapat mencakup: kepercayaan kepada sesuatu yang personal namun bukan Tuhan, yakni dewa-dewa seperti masa India dan yunani kuno. Juga keyakinan kepada sesuatu yang impersonal dan bukan Tuhan, yaitu kepercayaan kepada langit sebagai prinsip metafisika yang mengatur kehidupan (Lao-tze), kehendak langit sebagai hukum moral (Konfusianisme), hukum asal-usul yang saling berkaitan (Buddha), dan hukum gerak (Issac Newton). Itu merupakan hak masng-masing manusia untuk mengekspresikan keyakinan dan agama kepercayaannya. Baik keyakinannya terhadap Tuhan maupun dalam kebebasan mereka dalam melakukan ritual-ritual keagamaannya sebagai ungkapan kepatuhannya antara dia sebagai hamba dan seuatu yang disembah sebagai Tuhannya.

Manusia boleh memilih agama yang ia yakini kebenarannya tanpa harus menyalahkan keyakinan orang lain. Akan tetapi menjadi masalah bilamana agama dan keyakinan menjadi sebuah pertentangan diantara pemeluk agama. Sehingga hal itu mengakibatkan ketidak harmonisan diantara masing-maing pemeluk agama. Misalkan antara agama yang satu dengan agama lainnya saling melecehkan dan membatasi ruang gerak masing-masing pemeluknya lebih parah lagi bilamana masing-masing diantara mereka saling mengkafirkan dan memurtadkan pemeluk agama lain untuk masuk ke agama yang ia anut .

Sangat ironis memang berbagai peristiwa yang secara kasat mata kita saksikan bahwa sebagian masyarakat kita tidak lagi menikmati kebebasan untuk meyakini dan mengamalkan agama dan keyakinan mereka. Penodaan, pelecehan apalagi perampasan kebebasan beragama jelas merupakan ancaman serius terhadap keberagamaan yang tulus. Sebab keberagamaan hanya akan mempunyai makna kalau dihayati dengan penuh ketulusan hati tanpa pamrih apapun. Karena itu kebebasan untuk menganut atau tidak menganut suatu agama adalah suatu kondisi yang mutlak diperlukan. Tanpa kebebasan yang penuh dan utuh yang ada adalah kepura-puraan dan kemunafikan .Definisi Pemerintah Terhadap Agama Yang DiskriminatifDefinisi agama yang dibuat oleh pemerintah sangat diskriminatif. Takrif agama versi pemerintah menyebutkan bahwa “agama adalah sistem kepercayaan yang disusun berdasarkan kitab suci, memuat ajaran yang jelas, mempunyai nabi dan kitab suci”. Definisi ini berimplikasi negatif karena menimbulkan diskriminasi terhadap agama-agama ‘bumi’ yang tidak memenuhi syarat sebagai ‘agama’ sesuai definisi pemerintah.

Padahal, menurut MM. Billah, secara sosiologis, agama disebutkan sebagai sistem kepercayaan dan praktek-praktek kepercayaan serta nilai-nilai yang di belakang kepercayaan itu, nilai filosofis, berkenaaan dengan ketentuan-ketentuan dari yang suci, atau pemahaman hidup dan penyelamatan hidup dari masalah keberadaan manusia. Artinya, secara sosiologis, agama dianggap sebagai gejala sosial dan psikologis berkenaan dengan nilai-nilai yang ditentukan dalam kelompok sosial. Lebih lanjut menurut Billah, dalam sosiologi tidak dibedakan antara agama wahyu dan agama non wahyu atau agama langit dan agama bumi, karena agama adalah sistem kepercayaan. Celakanya, pemerintah telah salah kaprah melontarkan definisi yang diskriminatif sebagai patokan. Padahal, definisi agama versi pemerintah jelas-jelas bermasalah. Kepercayaan Adat Sunda Wiwitan, Kaharingan dan Kejawen, untuk menyebut di antaranya, adalah contoh agama-agama lokal yang terpinggirkan karena tidak memenuhi kriteria agama ala pemerintah.

Diskriminasi yang kemudian terjadi pada penganut agama lokal di antaranya diskriminasi hak sipil. Mereka terancam tidak memiliki KTP karena komputer pemerintah hanya bisa menuliskan satu dari 5 agama. Atau, mereka harus memilih pencantuman sebagai salah satu pemeluk agama yang 5 untuk dapat dibuatkan KTPnya. Belum lagi masalah pencatatan perkawinan yang seringkali ditolak oleh Kantor Catatan Sipil karena bukan pemeluk salah satu agama. Atau masalah-masalah lain yang timbul menimpa penganut agama-agama lokal karena definisi yang diskriminatif tentang agama dari pemerintah.


Kemunculan Aliran-Aliran Kepercayaan Dalam Agama Besar Di Indonesia

Dari sekian paparan diatas, yang menarik dicermati justru kemunculan aliran-aliran atau kepercayaan masyarakat lokal adalah dikarenakan adanya sempalan dari 5 agama besar yang ada di Indonesia, bagaimana sesungguhnya kisah tumbuhnya aliran-aliran ini dalam agama? Lalu apakah mereka masih termasuk dalam satu kesatuan agama besar tadi yang ada atau telah memisahkan diri sebagai agama yang berdiri sendiri dan bebas dari pengaruh induknya?

Aliran dalam Agama Islam:

Rasululalh pernah bersabda, suatu saat umatnya terbelah menjadi 73 firqah, alias golongan . Repotnya, umat Islam lalu berlomba membentuk dan membanggakan golongan yang paling benar. Bagi umat Islam, aliran kepercayaan bagai duri dalam daging. Sempalan-sempalan agama yang dianggap menyesatkan itu hidup subur dan beragam. Aceh yang sering disebut Serambi Mekah, menjadi daerah paling rawan dan hampir tak pernah diam, dari hilir-mudiknya aliran sempalan. Aliran sesat Bantaqiyah, misalnya. Mereka diduga punya satu sambungan ajaran Hamzab Fansyuri yaitu ajaran Wujudiyah, yang sejak abad 16 merupakan aliran paling terkenal di daerah itu. Ajaran ini mengumbar tata cara ibadah mirip ajaran Syekh Siti Jenar yang menyebarkan fana fillah alias musnah dalam Allah dan Anal Haq atau Akulah Tuhan—ajaran yang digagas sufi kontroversial Al-Hallaj. Sempalan lainnya, Pasukan Jubah Putih, menyerbu masjid Nurul Huda Meulaboh dan Sligi pada 1984. Ajaran serupa juga dilakoni oleh pasukan yang menamakan diri Gerakan Ma’rifatullah pimpinan Ilmas Lubis di Aceh Barat. Bersama sederet aliran lain, keduanya lantas dilarang. Ketua Badan Koordinasi Penelitaan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor pakem) secara resmi meminta agar Kejaksan Tinggi Aceh membubarkan seluruh kegiatan LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) yang menjurus ke jalur sesat. Pimpinan LDII nekad mengisolir pengikutnya dari umat Islam lain. Mulai dari sholat berjamaah dan berjabat tangan. Mereka bahkan beranggapan bahwa tempat duduk yang baru ditempati umat islam lainnya, dianggap haram tanpa disucikan dulu. Pada tanggal 28 Januari 1983 Tarekat Saufiyah Sumaniyah yang konon warisan Syeikh Ibrahim Bonjol, diberangus. Aliran ini menganggap haji tidak wajib, cukup mensucikan diri. Tak lama berselang, di Kuala Simpang tokoh bernama Abdul Majid Abdulah, bersama pengikutnya bersyiar menggegerkan: orang tua dan kakek Nabi Muhamad sebagai kelompok kafir yang kelak menjadi kerak neraka. Aliran ini, termasuk jenis non tarekat, mengharamkan surat yasin dan wirid. Sebaliknya persenTuhan laki dan perempuan setelah wudu, dianggap sah-sah saja untuk menjalankan salat. Yang lebih aneh, daging anjing dihalalkan. Aliran yang dibabat tanggal 7 Pebruari 1983 ini memiliki kitab sendiri, bernama Subulus Salam. Larangan juga berlaku bagi ajaran Ilman Lubis tahun 1982. Aliran sesat yang tumbuh di pulau Simeulu, Aceh Barat, menerangkan kiblatuliman terdiri kiblat tubuh, nyawa, hati, dan sirr. Bulan Juli 1978, dua aliran lagi di bumihanguskan di Aceh Tenggara. Ahmad Arifin sang pemimpin menganggap alam raya sudah ada sebelum Allah. Sebentar kemudian giliran pasukan pengikut Ma’rifatulah di Banda Aceh, dibekuk. Di Jawa, Islam Jamaah dibubarkan pada 1971. Para bekas penganutnya lari ke Lemkari yang sebagian besar mengikuti ajaran Ubaidah. Pemimpin aliran ini. Pos terbesarnya ada di Jawa Timur, bercirikan mode celana ‘anti banjir’ dan mengharamkan bermakmum dengan orang di luar jamaah mereka. Jakarta tak mau ketinggalan. Aliran Ingkar Sunah, yang melarang adzan, ini berhasil menyedot masa. Tapi, 30 September 1983, pengikutmya berhasil diringkus aparat. Sementara Teguh Esha, penulis novel Ali Topan Anak Jalanan, bereksperimen menciptakan tata cara sholat baru. Rekaatnya berjumlah 19 sehari. Dikemas dalam bacaan bahasa Indonesia, plus adegan silat. Teguh menyebut dirinya Rasul, dan berseru bahwa hadis itu dusta Di Jawa Barat, tak kurang dari 120 aliran dilarang hidup. Di antaranya, yang tumbuh di bumi priangan Bandung, aliran Ahmadiyah, tamat pada tahun 1983. Ada pula segerombolan orang Sumedang yang nekad menyembah matahari. Yang terakhir, konon, punya kitab sendiri yang dibuat oleh penciptanya, Mai Kartawinata: Pedoman Baru Dasar Perjalanan, dan Budi Jaya, semuanya dalam bahasa Sunda. Kitab itu disusun dari kumpulan wangsit yang diperoleh saat bersemedi di Purwakarta. Di Subang muncul aliran serupa. Lebih drastis lagi, ajaran ini menganggap Islam agama impor. Buat apa salat dan puasa yang bikin kurus? Di Garut muncul Ahmadiyah Qadian, yang dituding bertentangan dengan Islam, kemudian memicu munculnya Ahmadiyah baru, dengan embel-embel Lahore. Terakhir muncul tarekat Idrisiyah, yang mengajarkan zikir sampai pingsan. Menurut MUI, aliran-aliran itu di luar jamaah Islam. Seseorang pimpinan aliran sesat juga muncul di Klaten, Jawa Tengah. Ki Kere Klaten, begitu ia menamakan dirinya. Tahun 1983, ia harus rela pasukannya dihantam pemerintah. Menyusul kemudian, golongan Islam Alim Andil pada 1981. Aliran Subud yang merupakan terusan ajaran mendiang Subud, juga dibredel tak lama kemudian. Di Ranah Minang lahir aliran Jamiyatul Islamiyah. Pengikutnya mencapai 50 ribuan menyebar hingga ke Ambon. Aliran ini menyumpah jamaah dengan menginjak Alquran, menghilangkan kata Muhammad dalam syahadat sehingga artinya menjadi "akulah ini rasul". Sedang di Sulawesi Selatan, tiap musim haji sekolompok orang pergi ke gunung Bawakaraeng dan bertawaf mengelilingi tugu Beton Triagulasi yang dipancang oleh Belanda. Tahun 1987 angin topan dan banjir menghajar para haji itu : 13 orang tewas . Beberapa aliran kepecayaan dan kebatinan, yang dilegalkan oleh GBHN, terhimpun dalam DPPK. Diantaranya Sumarah dengan kitab suci Sesanggaman, Pangestu dengan Pusaka Sasengko, Jati Kawruh Kasunyatan dengan Kawula Gusti Murid Sejati dan ajaran Ngesti Tunggal. Pangestu sendiri dilahirkan oleh R Soenarto Mertowerdojo tanggal 14 Februari 1932 dan resmi jadi organisasi pada 1949. Mereka merupakan aliran pertama yang punya organisasi di alam kemerdekaan Indonesia. Sedangkan aliran Sumarah, disebut bukan kepecayaan, tetapi paguyuban menuju ketentraman lahir batin. Aliran ini dikenalkan pertama kali oleh Raden Soekino Hartono. Sebenarnya terdapat banyak persamaan dari aliran-aliran legal itu. Sebagai organisasi aliran, mereka lahir dari rintisan seseorang yang kelak menjadi sesepuhnya, yang akan membibing pengikutnya untuk tumbuh. Yang lebih penting adalah meyakini KeTuhanan Yang Maha Esa. Menurut DR.Kunto Wijoyo dosen Sejarah Fakultas Sastra UGM, munculnya berbagai aliran sesat disebabkan tipisnya keimanan seseorang, dan ketidaktahuan tentang agama yang benar.


Aliran dalam Agama Kristen:

Kebanyakan aliran dalam agama ini diimpor dari Amerika. Children of God adalah yang paling menggemparkan. Pasalnya istilah "kasih" diterjemahkan sebagai kebebasan seksual. Aliran ini disapu pada tanggal 12 Maret 1984. Sebelumnya Sidang Jemaat Kristus yang dikembangkan Raja Dame Sihotang dibredel tahun 1980. Di Jabar, Aliran Kepribadian diberangus pada 1972. Menyusul kemudian Aliran kepercayaan Manunggal dan ajaran Siswa Alkitab Saksi Yehova yang masing-masing tamat riwayatnya pada 31 Juli dan 7 Desember 1976. Madrais yang berpendapat agama tak lebih kuat dibanding kebatinan, turut dibabat. Sementara di Jawa Barat berdiri Paguyuban Adat Cara Karuhun Urang (PACKU). Paguyuban yang dibentuk Djatikusumah 11 Juli 1981, ini menghendaki surat pernyatan keluar dari agama yang semula dianut bagi calon anggotanya. Ajarannya masih percaya Yesus tapi tidak terhadap gereja sebagai jalan.


Aliran dalam Agama Budha:

Yang paling terkenal aliran Nichiren Sosu Indonesia (NSI), dari Jepang, yang lantas menyerang seluruh sekte lain. Diresmikan oleh Alamsyah Ratu Prawiranegara, di Mega Mendung, Bogor, Jawa Barat, akhirnya menjadi aliran legal. Sementara Budha Mahayana hasil kreasi Bikhu Surya Karma Chandra dilarang pada 21 Juli 1978 lantaran tidak mendapat dukungan masyarakat karena tidak menerima doktrin KeTuhanan Yang Maha Esa. Patung sesembahannya tak hanya satu patung Budha tapi juga diletakkan patung lain 10 kali lebih besar sebagai perlambang Awalokitesshwars alias Kwan In.


Aliran dalam Agama Hindu:

Hare Khrisna, aliran yang mempunyai ajaran baik, tetapi dianggap lebih cocok untuk sanyasin yaitu yang sudah lepas dari keduniawian. Mereka banyak diprotes karena bermaksud meniadakan segala bentuk upacara keagamaan di Bali dan menimbulkan perpecahan di kalangan umat Hindu. Aliran ini cuma mengakui Khrisna sebagai Tuhan. Akhirnya dibekukan pada 1971. Aliran Sadar Mapan tercipta pada bulan April1984, lantaran Hardjanto, pemimpinnya, dipecat dari Parisada Hindu. Pusatnya ada di Tengger, Jawa Timur, dengan penganut berjumlah kurang lebih satu juta orang.

0 komentar: