This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 10 Desember 2007

membongkar Kedok Kristenisasi di Balik Agenda Dialog Lintas Agama


Judul Buku: Menggugat Arogansi Kekeristenan
Judul Asli: Jesus And The Other Names: Christian Mission And Global Resposnsibility.
Penulis: Paul F. Knitter
Penebit: Kanisius
Cetakan: I, 2005
Tebal: 329 Halaman
Peresensi: M. Agus Budianto



SECARA esensial wacana Pluralisme Agama-Agama muncul sebagai Counter atas merebaknya berbagai isu konflik di berbagai daerah yang meng-atas-namakan Agama. Konflik Agama ini di tengarai telah masuk pada berbagai lini. Dinyatakan demikian karena tidak hanya pada persoalan Agama namun juga di banyak kasus konflik ini juga di pengaruhi dari faktor budaya,pendidikan, ekonomi, ras dll.

Pluralisme sendiri mencoba menawarkan suatu upaya pemahaman Inklusifisme yang berujung pada upaya pembenaran dan kesadaran toleransi terhadap keyakinan iman yang lain. Namun pada satu sisi ia juga mengandung akan pemahaman Eklusifisme dalam memandang suatu agama yang lain. Jelasnya bilamana seseorang terjebak di antara keduanya maka di satu sisi ia akan menjadi kelompok yang berhaluan "Singkretisme Agama", dan di satu sisi ia akan menjadi kelompok "Ekstrimis-Fundamentalis". Itu sebabnya konsep Pluralisme Agama-Agaama tersebut banyak menuai kritik dan di tolak oleh sebagian golongan. Banyak di antara mereka lebih sepakat dengan istilah Pluralitas Agama-Agama, karena ia lebih mengandug makna yang yang halus dan berkeadilan.

Terbukti, konsep Pluralisme gagal sebagai sebuah upaya penyelesaian konflik keagamaan, muncul wacana baru yang sampai saat ini ngetren di gemakan, yaitu wacana Multikulturalisme. Multikulturalisme disini di ambil dari kata "multi dan kultur" yang penulis sederhanakan bermakna "Keragaman Budaya". Penulis mengartikan demikian karena keberadaan akan "Keragaman Budaya" sendiri juga tak lepas dari faktor Agama, Budaya, Ekonomi, Pendidikan maupun Ras yang melingkupinya.

Multikulturalisme Agama-Agama menawarkan konsep yang lebih adil. Karena ia mempunyai pemahaman akan penilaian yang sederajat dan merata terhadap perbedaan yang ada tanpa embel-embel ada yang benar dan yang lebih benar.. sebagaimana pluralitas ia lebih diterima dari pada Pluralisme yang bilamana kita coba perdalam, samar ia masih mengandung adanya penilaian yang perioritas dan yang tidak prioritas, benar dan yang paling benar, dalam arti ada keakuan di dadalamnya.

Meski dia tergolong baru dan terlihat hampir tidak ada cacat akan tawaran konsep yang di ususngnya, Multikulteralisme tetaplah belum fainal sebagai sebuah konsep yang humanis dan permanen. Karena Multikulturalisme dalam tahapan-tahapan selanjutnya ia lebih berorientasi pada "Live In" (Usaba Perbaikan Iman Kedalam) yang justru puncaknya nanti ia akan lebih mengarah kepada keesklusifan pada pribadi masing-masing golongan terhadap golongan yang lain, begitupun sebaliknya. Tegasnya kedua konsep tersebut baik pluralisme maupun muktikulturalisme belumlah satu hal yang bisa dikatakan sebagai sebuah Problem Solving yang valid dan permanen.

Dalam upaya menengahi kedua wacana diatas Knittter dalam bukunya mencoba mengusung konsepnya tentang perlunya adanya sebuah pertemuan yang intensif dan koheren untuk mempertemukan perbedaan-perbedaan yang ada. Knitter menamakannya "Dialog Agama-Agama Yang Korelasional Dan Bertanggung Jawab Secara Global". Sebuah model dialog yang mendorong agar setiap orang beragama berusaha untuk mengenal dan berbicara satu sama lain atas dasar komitmen terhadap kesejahteraan manusiawi serta ekologi yang sama. Pemaknaan Global di sini mencakup, baik gagasan pembebasan sebagaimana dimaksudkan oleh teolog pembebasan tradisional dalam mengusahakan keadilan sosial bagi manusia maupun gagasan yang lebih luas.

Meski demikian Dialog yang bertanggung jawab secara global merupakan bentuk kesadaran akan perjumpaan antar iman tidak akan lengkap dan mungkin akan berbahaya bilamana tidak mencakup keprihatinan serta usaha untuk mengatasi penderitaan manusia dan ekologi yang merata di dunia.

Dialog korelasional mengandaikan bahwa agama-agama sungguh bebrbeda; tanpa perbedaan yang sesungguhnya, dialog menjadi tindakan berbicara di hadapan cermin. Peserta dialog akan memberi kesaksian mengenai apa yang membuat mereka berbeda, mencoba menunjukkan dan meyakinkan peserta yang lain mengenai nilai-nilai yang mereka dapatkan dalam tradisi mereka. Akan tetapi, pada saat yang sama, mereka akan secara sungguh berani terbuka pada kesaksian akan kebenaran yang di berikan peserta yang lain kepada mereka. Yang pad nantinya akan membentuk suatu korelasi dari proses dialog yang timbal-balik: berbicara dan mendengarkan, mengajar dan belajar, memberi dan diberi.dll.

Suatu dialog korelasional semacam itu dapat terwujud bilamana pertemuan dialogis tersebut diadakan dalam masyarakat yang Egaliterian dan bukan pada masyarakat yang Hirarkis. Dialog korelasional juga tidak dapat dimulai dengan suatu agama yang memandang diri sebagai pemegang kartu as atau merasa diri lebih baik dalam segala hal dari pada yang lain atau mempunyai norma akhir yang akan menyingkirkan atau menampung norma-norma yang lain. Dialog antar iman akan gagal apabila salah satu agama secara apriori memandang dirinya lebih unggul dalam segala hal dari pada agama yang lain, sehingga agama trsebut tidak mau atau mampu belajar dari agama lain.

Meski pada awalnya knitter adalah seorang anggota komunitas internasional Societas Verbi Divini (SVD) sebagai misonaris tetap pada akhirnya ia menyadari bahwa kebenaran adalah milik smua. Ia mendukung upaya dari konsili vatikan II yang di fasilitasi oleh Paus Yohanes XXIII akan pengakuan kebnaran Agama-Agama di luar Kristen. Yang tertuang dalam dokumen "Sub Secreto" (konfidensial), yang berjudul "Pernyataan Tentang Hubungan Gereja Dan Agama-Agama Non Kristen" terdapat pernyataan posiif. Mengenai kebenaran dan nilai-nilai Agama Hindu, Budha, dan Islam, yang sebelumnya tidak pernah mengisi dokumen Gereja.

Menurutnya ia tidak hanya membuka jendela yang lama terkunci dalam Gereja Roma. Tetapi sekaligus juga mengetuk melalui tembok-tembok dan secara tidak langsung mengundang pembaruan atas model dan kebiasaan yang lama. Oleh karenanya pemahaman mengenai Yesus sebagai satu-satunya jalan dan kebenaran sudah selayaknya untuk di revisi dan dikaji kembali. Baik di buku pertamanya One Erth Many Religion (Satu Bumi Tiga Agama) dan buku ini sama-sama Knitter menyayangkan akan di balik upaya dialog antar Iman sabagai salah satu hasil dari Konsili Vatikan II tersebut mempunyai maksud sebagai perpanjang tanganan dari upaya misi Kristenisasi, namun perbedaannya adalah pada praksisnya di lapangan, Kalau dulu melakukan upaya pengkristenan dengan secara terang-terangan, kini ia mempengaruhinya secara tertutup. Yaitu dengan pola mempengaruhi secara intlektual maupun moral, karena bagi knitter misi tetaplah misi.

Kritik dan analisis yang di tawarkan dalam buku ini sangat menggelitik dan menggigit. Karenanya Buku ini layak di baca oleh semua kalangan, mengingat Kritik dan ide besarnya benar-benar relevan dan populis.
Tulisan ini pernah dimuat di Jurnal Religiosa, Vol. I. No. 2. Feb. 2006. Hlm: 62-63

TIM PENGAWAS BBM

 Oleh: M. Agus Budianto

Wacana pennyelundupan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Pertamina akhir-akhir ini santer di beritakan berbagai media massa, baik cetak maupun elektronika bahkan menempatkan isu tersebut dihalaman depan dengan mengalahkan beberapa isu yang sempat menggegerkan masyarakat dan opini publik sebelumya. Seperti permasalahan MoU untuk Aceh yang penuh kontroversi, anjloknya nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS, dan baru-baru ini tragedi yang menimpa maskapai Penerbangan Indonesia, Mandala Air Lines yang memakan ratusan korban jiwa, meski sampai saat ini belum diketahui sebab musababnya.

Isu penyelundupan (baca: pencurian) BBM tersebut bermula dari terbongkarnya kasus penyelundupan pada salah satu pangkalan minyak bumi, tepatnya di lawe-lawe, kalimantan Timur. Menjadi santer karena ditangani langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang bekerja sama dengan instansi terkait dan pihak kepolisian. Tidak tanggung-tanggung dari hasil terungkapnya penyelundupan BBM yang melibatkan 18 jajaran pejabat Pertamina yang tergabung dalam sindikat jaringan penyelundupan BBM, akibatnya Negara telah mengalami kerugian hingga Rp. 8,8 trilyun rupiah.

Tragisnya pencurian tersebut terungkap ketika sejak beberapa bulan terahkir negri ini menglami krisis pasokan energi yang tergolong parah. Begitupun juga anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga mencapai angka serius yaitu 11 ribu lebih akibat naiknya harga minyak mentah dipasaran internasional yang mencapai 70 dolar AS per barelnya. Bahkan ditengah kepanikan tersebut, SBY belum lama ini telah mengeluarkan Intruksi Presiden (Impres) No. 10/2005 tentang penghematan energi, Impres itu sekaligus sebagai sebuah upaya penanganan dan solusi terbaik dalam menghadapi kelangkaan BBM di Tanah Air.

Dari wacana di atas dapat di garis bawahi bahwasanya kasus ini termasuk pada kategori berat sekaligus juga merupakan bentuk kekerasan terhadap takyat miskin. Mengingat penyelundupan ini tidak hanya merugikan Negara, namun hal ini juga berdampak langsung pada rakyat miskin yang semestinya mereka bisa menikmati BBM yang bersubsidi tersebut.

Faktor Penyelundupan
Satu hal yang harus kita garis bawahi, bahwasanya setiap sesuatu yang terjadi tidaklah harus dimaknai sebagai sebuah kejadian semata, namun juga harus di cari faktor dan sebab musababnya. Karena dibalik terjadinya aksi penyelundupan itu juga dimungkinkan adanya kekuatan yang mendorongnya (Power back up). Jadi aksi penyelundupan yang terjadi di Pertamina bukanlah semata-mata tanpa sebab dan faktor yang melingkupinya.

Hemat penulis, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penyelundupan BBM tersebut. Yang pertama, faktor ekonomi. kondisi perekonomian yang semerawut serta rendahnya harga jual minyak dalam negri dan naiknya harga minyak di pasaran internasional yang tinggi menarik orang-orang yang gelap mata dan berkepentingan untuk menjual minyak tersebut ke luar Indonesia, tentunya sudah melalui kerjasama --kongkalikong-- beberbagai pihak dengan keuntungan bagi hasil yang tentunya sangat menggiurkan. Sehingga minyak bersubsidi yang semestinya bisa di nikmati oleh rakyat dan sebagai devisa atas cadangan minyak nasional tersebut hanya dinikmati oleh segelintir orang-orang serakah dan tidak bertanggung jawab.

Kedua. Lemahnya penegak hukum di Indonesia masihlah merupakan fenomena yang tidak asing lagi di negri ini. Bobroknya aparat yang berwajib ini bisa dilihat dari hasil selama ini sebagai pemantau keluar masuknya kapal-kapal tangker yang menyelundupkan ratusan ribu ton BBM tersebut bebas berkeliaran. Padahal pencurian tersebut di kirimkan ke Negara-negara tetangga. Tegasnya, terlepasnya penyelundupan BBM dari pantauan yang berwajib tersebut mengindikasikan –untuk tidak mengatakan di yakini- adanya sejumlah oknum aparat hukum yang terlibat dalam bisnis haram ini.
Lalu bagaimana dengan pernyataan bahwa sebenarnya kasus ini adalah merupakan persoalan lama, hanya saja kenapa kasus ini baru terungkap?

Merujuk pada data dari hasil gelar perkara kasus tersebut tercatat bahwa pencurian BBM telah berlangsung lama, tepatnya dimulai pada bulan oktober 2004 hingga agustus 2005 saat ini. dari hasil investigasi yang dilakukan pihak kepolisian tersebut diketahui bahwa usaha peneyelundupan tersesebut, tercatat puluhan bahkan ratusan ribu ton BBM yang di selundupkan ke luar Indonesia. (Jawa Pos10/9/05)
Namun bisa jadi mungkin data tersebut bisa lebih besar, mengingat dalam kasus ini juga diindikasikan adanya keterlibatan pihak yang berwajib, pejabat Negara dan pejabat pertamina yang terkait dengan jaringan menyelundupan BBM tersebut.

Bila demikian itu terjadi dimungkinkan proses penegakan hukum terhadap masalah ini akan semakin pelik dan kemungkinan diper-"Rumit". (penulis memberinya: tanda petik). Oleh karena banyaknya dugaan keterlibatan instansi-istansi kepemerintahan dalam kasus ini bisa katakana benar adanya.

Bentuk Tim Terpadu BBM
Guna menanggulangi dan menindak kasus penyelundupan dan penyalahgunaan BBM Sebenarnya pernah digagas dan di buat oleh mantan Presiden Megawati Sukarno Putri pada masa pemerintahannya. Yaitu dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden (Kepres) No. 25/2001 yang kemudian menjadi dasar pembentukan tim terpadu atau pengawas penanggulangan dan penyalahgunaan BBM, pencurian listrik dan peti.

Pembentukan tim terpadu BBM tersebut bertujuan untuk mencegah adanya praktek-praktek penyalahgunaan BBM, dan memberikan kewenangan kepada instansi terkait, baik di tingkat pusat maupun di daerah, untuk melakukan pengawasan secara fungsional, termasuk penyelundupan BBM yang harus di berantas oleh tim terpadu tersebut. (Bernas Jogja 10/9/05)

Selain itu penbentukan tim tersebut juga berfungsi sebagai badan pengawas dan mengatur lalu lintas keluar masuknya BBM kedepan. Tim ini bisa terbentuk atas kerjasama dari berbagai pihak, baik dari pertamina sendiri maupun aparat kepolisian dan badan-badan hukum yang ada.

Dengan demikian keberadaan tim terpadu BBM yang pernah di bubarkan oleh SBY, untuk segera di bentuk dan di hidupkan lagi. Mengingat begitu pentingnya tim tersebut dalam upaya penggagalan terhadap segala bentuk penyelewengan dan penyalahgunaan BBM yang akhir-akhir ini sangat meresahkan rakyat.

Tegasnya pihak pertamina sebagai instansi terkait semestinya bertanggung jawab serta menjaga kehormatan dan martabatnya di mata publik. Mengingat posisinya sebagai pihak yang dipercaya di garis terdepan dalam penanganan minyak dan energi nasional. Ingat BBM adalah merupakan persoalan yang bersentuhan langsung dengan rakyat. Sekali salah lagkah dalam mengambil kebijakan BBM, maka yang pertama kali merasaknnya adalah rakyat kecil karena BBM adalah kebutuhan paling mendasar bagi rakyat.

Akhirnya, melalui tulisan ini penulis berharap baik pemerintah, instansi terkait, pihak yang berwajib, serta seluruh komponen bangsa ini untuk bertindak tegas guna membongkar dan memberi ganjaran yang setimpal terhadap jaringan penyelundupan BBM tersebut. Stop kekerasan terhadap rakyat sekarang juga…! Wallahu a’lam

Agama Hindu Dharma

Oleh: M. Agus Budianto

1. Masa Pertumbuhan Dan PerkembanganDi Indonesia agama Hindu memperoleh bentuk yang tersendiri karena anasir agama nenek moyang dimasukkan dalam agama tersebut. Di ceritakan dalam Ramayana dan Mahabarata di olah dan disadur begitu rupa sehingga berbeda dengan aslinya yang terdapat di India. Demikian pula candi-candi yang terdapat di Indonesia mempunyai bentuk yang tersendiri sehingga berlainan dengan candi-candi yang terdapat di India. Sementara itu Agama Hindu Siwa dan Agama Budha di Indonesia dapat hidup berdampingan berabad-abad lamanya. Sehingga terdapat pengaruh timbal balik di kalangan penganut masing-masing agama. Kemudian bercampur pula dengan agama nenek moyang. Terutama di Bali yang sampai sekarang sebagian besar penduduknya masih beragama Hindu.Nama agama ini yang sebenarnya adalah agama Hindu, yang kemudian berubah-ubah menurut tempat dan kemauan umat untuk menyebutnya.

Agama Hindu Bali, diartikan orang sebagai Agama Hindu yang di anut di Bali, atau orang Bali yang beragama Hindu. Sebagaimana nama Hindu Jawa, diartikan sebagai Hindu yang di anut di Jawa atau orang Jawa yang beragma Hindu.Kira-kira pada permualaan abad tarikh masehi agama Hindu tersebut masuk ke Indonesia dari India. Di Jawa Agama Hindu bercampur kepercayaan Animisme Jawa, sedangkan di Bali juga bercampur dengan kepercayaan Animisme di Bali yang telah ada sebelumnya. Orang bali sendiri menyebut agamanya ini “Gama Bali” atau “Gama Tirta”. Tirta artinya kerena secara linguistik Hindu juga berarti air (Shindu).

Perlu di ketahui, bahwa Agama Hindu Bali percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam prakteknya dapat di capai melalui perantaraan Dewa. Karena itu maka timbul gerakan/aliran seperti Siwaisme, yaitu suatu aliran yang timbul karena kebaktiannya melalui perantaraan Dewa Siwa. Demikian pula aliran Wisnu, Brahma yang kesemuanya mendasarkan asasya pada satu pegangan kitab suci yang sama, yang tedapat dalam kitab Weda sebagai sumber tertinggi. Dalam kitab Weda itu di jelaskan bagamana hubungan antara Dewa-Dewa itu dengan Tuhan Yang Maha Esa.Karena ajaran agama-agama ini banyak bersifat rahasia dan kebatinan, maka banyak umatnya yang kurang mengetahui seluk beluk agama tersebut, sehingga sering timbul exes-exes atau hal-hal yang menyebabkan mereka menanam, keyakinan yang tradisional dan selanjutnya menimbulkan beberapa aliran-aliran yang keliru.

2. Dewa-Dewa Dalam Agama Hindu Dharma (Hindu Bali) Hindu di India mengenal Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa (Trimurti). Namun di bali orang Hindu disana lebih memuliakan Dewa Siwa. Hal ini menunjukkan bahwa Agama Hindu di Bali termasuk sekte (aliran, madzhab) Siwa.Menurut anggapan mereka Siwa ini adalah Dewa yang berdiam gunung agung (nama gunung yang tertinggi di Bali), dan mempunyai wujud yang bermacam. Kadang-kadang berwujud sebagai: Maha Dewa-Prameswara atau Iswara Sang Hyang Sawa atau Sang Hyang Titah.Kadang-kadang pula sebagai Batara Guru atau Mahayogi. Kadang-kadang pula sebagai Mahakala dan Bairawa.Disamping mereka memeliakan Dewa Siwa, masihterdapat pula beberapa Dewa yang perlu mendapat pemujaan, misalnya: 1. Kama dan Rati: Dewa Asmara. 2. Basuki (Naga Raja di Bali) : Dewa yang menurunkan hujan. 3. Bregu (salah seorang putra Dewa Brahma): Dewa Penyabung Ayam dan Pertaruhan yang Menyertainya. 4. Kumara (putra Dewa Siwa) : Dewa Perang dan Dewi pelindung anak-anak. 5. Baruna (Waruna) : Dewa Laut. 6. Kuwera (Dewa Keyakinan). 7. Surya: Dewa Matahari dan Dewa lain-lainnya.

3. Keyakinannya
a. mereka percaya adanya Tuhan Yang Maha Esa
b. Percaya kepada Dewa-Dewa sebagai mahluk Tuhan yang mempunyai kedudukan sebagai perantara hidup kebatinan dan keagamaan antara manusia dengan Tuhan
c. Percaya adanya utusan Tuhan yang membawa ajaran-ajaran itu sendiri.d. Percaya akan adanya hari Pralaya (yaitu Hari Kiamat)
e. Percaya akan adanya kebijakan yang tertinggi yang menjadi tujuan hidup akhir.

KHARISMA DALAM KEMIMPINAN ISLAM


Oleh: M. Agus Budianto

Pendahuluan

Max Weber menempati posisi penting dalam perkembangan sosiologi. Signifikannya tidak semata-mata bersifat histories; ia juga menjadi sebuah kekuatan yang sangat berpengaruh dalam sosiolgi kontemporer. Bahkan ia seringkali di anggap sebagai perumus teori sosiologi klasik paling penting karena telah melakukan banyak penelitian dalam berbagai bidang, serta pendekatan dan metodenya banyak membantu analisa sosilogis kemudian. Seperti Karl Marx, Weber memiliki ketertarikan dalam berbagai bidang, seperti politik, sejarah, bahasa, agama, hukum, ekonomi, administrasi, di samping tentunya sosiologi.

Makalah ini sengaja tidak akan mengulas kesuluruhan ide dan gagasan besar Weber tentang sosilogi yang secara umum berporos pada tiga konsep: tradisi, kharisma, dan rasionalitas, serta konsep metodologisnya yang terkait dengan tiga skema konseptual: mode otoritas legitimate, tipe ahli keagamaan, dan tipe dasar aksi sosial. Tetapi makalah ini hanya membahas dan mendiskusikan sosiologi Islam dalam arti sesuai judul dengan makalah ini akan membahas kharisma dalam Islam, kharisma dalam Islam sampai detik ini sering dimaknai sebagai sebuah penggambaran bahwa dalam kepemimpinan Islam tidak sedemokratis dalam kepemimpinan barat (agama Kristiani), yang demkratis dan liberal. Mereka di pilih oleh rakyatnya secara langsung dan harus bertanggung jawa penuh terhadap tugas-tugas yang di embannya. Berbeda dengan Islam yang model kepemimpinannya terkesan lebih kepada system kehkalifahan yang tentunya yang berhak menggantikan dan melanjutkan kepemimpinan selanjutnya hanyalah bagi mereka keturunan atau yang masih keluarga raja. Lalu pertanyaannya sejauh mana Weber dalam memandang dan menafsirkan kasus kharisma dalam agama Islam.

Pembahasan
Weber mengartikan kharisma adalah gejala sosial yang terdapat pada waktu kebutuhan kuat muncul terhadap legitimasi otoritas. Weber menekankan bahwa yang menentukan kebenaran kharisma adalah pengakuan pengikutnya. Pengakuan atau kepercayaan kepada tuntutan kekuatan gaib merupakan unsure intergral dalam gejala kharisma. Kharisma adalah pengakuan terhadap suatu tuntutan sosial.

Dalam ensiklopedi Gereja, istilah Kharisma mempunyai arti sesuatu karunia istimewa yang di anugrahkan Tuhan kepada orang-orang tertentu supaya di abdikan kepada sesama Gereja. Misalnya. Karunia untuk merasul. Untuk bernubuat untuk menyembuhkan, untuk membeda-bedakan bermacam-macam roh dan untuk memberi kesaksian tentang iman di kehidupan sehari-hari.

Karisma bagi tradisi Jawa misalnya, akan datang dan pergi bersama kekuatan metafisik. Dalam tradisi politik Islam, mungkin sebanding dengan farri izzati, anugerah Tuhan yang dikonstruksikan secara teologis dan sosiologis. Maknanya apa? Bahwa karisma atau citra serba ideal yang dilekatkan pada figur atau otoritas tertentu bukanlah sesuatu yang abadi. Bukan sesuatu yang sebenarnya serba sakral dan luput dari perubahan. Karisma itu dapat mengalami krisis. Lebih-lebih untuk karisma yang atributif minus substansi. Karisma yang semu, yang semata-mata ornamental.

Bagi kultur masyarakat modern yang rasional, karisma dianggap hal yang artifisial, permukaan semata. Boleh jadi apa yang selama ini disebut karisma, sekadar pencitraan atau konstruksi yang dibuat oleh masyarakat semata. Bahwa karisma tidak lebih sebagai bangunan sosial bikinan masyarakat, yang kemudian dijadikan kemutlakan sosiologis yang seakan niscaya. Kontruksi karisma bersama pranata-pranata karismatiknya biasanya dilanggengkan dalam kultur masyarakat tribal dan agraris pedesaan, yang serba niscaya
Banyak orang menganggap Weber sebagai seorang romantis, seorang yang merusak ketentraman yang berlaku, orang yang membatalkan adat. Seorang yang berkharisma adalah seorang yang berdiri di atas adat itu (memperbaharui) adat, atau menimbulkan perpecahan dunia. Orang berkharisma selalu dianggap negatif, seseorang yang mengadakan keretakan (breaktrough). Kharisma menyajikan kemerdekaan yang baru dan menuntut ketaatan yang baru.

Gejala kharisma pada umumnya muncul pada waktu krisis, wktu perang atau pada waktu kebudayaan saling bertentangan, terutama disebabkan masalah akulturasi. Kharisma selalu menyebabkan perubahan sosial. Situasi masyarakat sebelum kharisma tidak pernah sama setelah kharisma.
Dalam analisis Max Weber tentang kharisma, kita melihat fenomena ini dengan apa yang di sebut Durkheim sebagai hal yang suci dan hal yang kudus (the holy) oleh Otto. Dalam kharisma kita melihatya suatu titik kritis yang pasti ada dalam dunia "sehari-hari, berupa sesuatu yang erat berhubungan dengan seseorang yang luar biasa dan mendatangkan kewajiban.

Weber membatasi kharisma sebagai:
"…….suatu kualitas tertentu dalam kepribadian seseorang dengan mana dia dibedakan dari orang biasa dan diperlakukan sebagai seseorang yang memproleh anugrah kekuasaan adikodrati, adimanusiawi, atau setidak-tidaknya kekuatan atau kualitas yang sangat luar biasa. Kekuatannya sedemikian rupa sehingga tidak terjangkau oleh orang biasa, tetapi dianggap sebagai berasal dari kayangan atau sebagai teladan dan atas dasar itu individu tersebut diperlakukan sebagai seorang pemimpin".

Bagi Weber kharisma memainkan dua peranan yang sangat menonjol dalam kehidupan. Sebagai hal yang luar biasa, kharisma merupakan sumber kegoncangan dan pembaharuan, karena itu merupakan unsure strategis dalam perubahan social. Dalam memproleh para pengikutnya dan dalam menimbulkan rasa hormat, sumber asli dalam wewenang itulah yang membuat ia dihormati, diterima,dan diikuti secara sukarela. Fenomena kharismatik, walau dihubungkan dengan manusia kongkrit, menyampaikan kepada siapa yang sensitive terhadap "himbauan" mereka, aspek-aspek dan implikasi serba empiris.

Kharisma melahirkan panggilan-panggilan, dan mereka yang karena sebab apapun dapat mendengar panggilan ini akan menanggapinya dengan keyakinan. Para pengikut ini merasa bahwa adalah "kewajiban mereka yang terpanggil pada suatu misi kharismatik untuk mengakui kualitasnya dan bertindak sesuai dengan kharisma itu". Kepemimpinan kharismatik "berada di luar suasana profan dan dunia rutin sehari-hari". Merupakan dunia yang sangat luar biasa bila debedakan dengan dunia sehari-hari. Dunia yang suci dan sangat berbeda dengan dunia profan. Seperti halnya dalam analisa Otto tentang hal kudus sebagai sesuatu yang berada di luar pertimbangan etika, analisa Weber tentang kharisma secara etis tetap netral.

Seperti halnya analisa Durkheim tentang hal yang suci yang di anggap sangat berbeda dengan dunia keseharian kerja, analisa Weber tentang kharisma secara etis tetap netral. Seperti halnya analisa Durkheim tentang hal yang suci yang dianggap sangat berbeda dengan keseharian kerja, analisa Weber memandang kharisma sebagai "sesuatu yang sama sekali sangat berbeda dengan pertimbangan ekonomis". Kharisma murni sangat berbeda dari lembaga-lembaga masyarakat yang telah mapan. "dari sudut pandang substantif, setiap kekuasaan kaharismatik harus tunduk terhadap proposisi" "itu tertulis…….., tetapi saya katakana pada anda…."

Fenomena kharismatik tidak stabil dan temperatur, dan eksistensinya berjalan terus hanya bila di rutinkan, yakni bila ditransformir atau dipadukan ke dalam struktur rutin yang di lembagakan dalam masyarakat. Rutinisasi demikian itu dapat berkembang kearah rasional dan birokratis atau ke arah tradisional, dan karena itu melahirkan wewenng tradisional dan rasional. Unsure kharismatik yang telah masuk ke dalam struktur social yang di mapankan inilah yang menjadi dasar pengedahan wewenang yang mapan. Disini Weber menunjukkan fungsi hal yang suci itu dalam pengendalian social, yakni memperkuat kembali norma masyarakat dan struktur-struktur wewenangnya. Legitimasi dianggap di proleh dari "suatu acuan transendental" yang berasal dari pengalaman kharismatik dan dibawa ke dalam perkembangan struktur social yang berasal dari pengalaman tersebut . agama-agama yang didirikan, dengan isu khusunya dalam organisasi keagamaan, sebagaimana di bedakan dari sakralisasi "kelompok-kelompok natural" seperti keluarga dan masyarakat, berasal dari pengalaman pengikut dengan pemimpin kharismatik. Kharisma diturunkan dari pengalaman tertentu tentang hal yang suci yang menyatu dalam diri seorang manusia yang dianggap luar biasa.

Dalam semua analisis Marx Weber terdapat tiga ciri khas pokok yang menggambarkan kharisma. Kharisma adalah sesuatu yang "luar biasa", yakni sesuatu yang sangat berbeda dari dunia sehari-hari; ia bersifat spontan sangat berbeda dengan bentuk-bentuk social yang stabil dan mapan; dan merupakan suatu sumber dari bentuk serta gerakan baru, dan karena itu dalam arti sosiologis dia bersifat kreatif perlu diingat bahwa ketiga karakteristik ini erat berdampingan dengan atribut-atribut yang oleh ahli teologi dalam tradisi Yahudi-Kristen dan islam telah diatributkan pada Tuhan. Tuhan dianggap sangat berbeda dari ciptaannya –sesuatu yang "sama sekali lain" (wholly other), bila kita menggunakan istilah Otto, ia dipandang sebagai "the living god" dalam arti teologi alkitabiah, dan sebagai "pure sct" (Action Purus) dalam teologi yang di pengaruhi oleh konsep-konsep Aristoteles, yaitu dimana tidak ada hal yang tidak sadari yang tidak mempunyai masa lampau maupun masa mendatang, tetapi suatu keadaan di mana kehidupannya abadi yang "sekarang" tak terbatas dan dialah pecipta semua makhluk.

Dalam pengkajian tentang hal suci atau hal kudus dan tentang fenomena kahrisma, kita telah mengkaji suatu aspek penting dalam pengalaman keagmaan. Dalam pengalaman keagamaan manusia memberikan tanggapan terhadap hal yang luar biasa, kekuasaan, spontanitas, dan kreativitas. Tanggapan manusia ditandai oleh adanya penghormatan yang dalam dan daya tarik yang besar. Dari pengaaman keagamaan ini lahirlah bentuk-bentuk pemikiran, perasaan, tindakan dan hubungan yang stabil. Kita telah langkah pertama dalam memahami pengalaman keagamaan –dan tanggapan khas yang di berikan manusia terhadap tuan yaitu menghormati dan penuh kagum. Dengan cara ini kita telah memulai pembicaraan tentang titik kritis yang berada pada inti masalah agama.

Fenomena kharisma dan kepemimpinan kharismatik, seperti dikatakan oleh loewenstein, dapat ditemukan di suatu wilayah dimana keyakinan rakyat pada kekuatan supranatural masih meluas, seperti, misalnya, di Indonesia. Berbeda dengan loewnstin, Edward shilis melihat adanya unsure kharismatik dalam setiap masyarakat. Secara umum dari uraian tersebut diatas, sekali lagi Weber mendifinisikan kharisma sebagai "kualitas tertentu seorang individu yang karenanya ia jauh berbeda dengan orang-orang biasa dan dianggap memiliki kekuatan supranatural, manusia super atau setidaknya luar biasa. Tetapi semua itu dianggap berasal dan bersumber dari tuhan, dan atas dasar itu, individu yang bersangkutan diperlakukan sebagai pemimpin".
 Menurutnya pula kharisma adalah sebagai kekuatan inovatif dan revolutif, yang menentang dan mengacaukan tatanan normative dan politik yang mapan. Otoritas kharismatis didasarkan pada person ketimbang hukum impersonal. Pemimpin kharismatik menuntut kepatuhan dari para pengikutnya atas dasar keunggulan personal, seperti misi ketuhanan, perbuatan-perbuatan heroik dan anugrah yang membuat dia berbeda.

Institusionalisasi kharisma dapat di peroleh melalui beberapa cara, misalnya, bisa melalui hubungan darah, keturunan dan institusi. Dalam masyarakat Indonesia yang masih didominasi oleh keyakinan tradisional, kharisma banyak diturunkan melalui hubugan darah. Kharisma yang dimiliki oleh megawati, rachmawati, dan sukmawati, yang ketiganya memimpin partai dengan ideologi sukarnoisme, diwarisi dari bapaknya, sukarno tokoh proklamator yang sangat kharismatik. Para pendukungnya sangat setia kepada mereka kerap kali tidak disadari pada pertimbangan rasional, tetapi lebih pada ikatan-ikatan emosional dan kharisma bapanya.

Satu contoh yang mungkin juga representatif untuk menjelaskan kharisma dan kepemimpinan kharismatik adalah kharisma yang dimiliki oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang mewarisi kharisma melalui hubungan darah, keturunan, dan institusi, diamping pengetahua Gusdur yang mendalamtentang masalah-masalah social-politik-keagamaan. Sepak terjang Gusdur dalam banyak bidang, baik pemikiran keagamaan maupun masalah-masalah kemanusiaan dan demokrasi, telah banyak mengguncang tatanan normative masyarakat islam tradisional NU. Timbulnya para pemikir liberal di kalangan NU yang pernah dipimpimnya, paling tidak, berkat kepemimpinan Abdurrahman Wahid.

Abdurrahman Wahid yang lahir di Denanyar Jombang Jawa Timur, 4 Agustus 1940, mempunyai seorang kakek yang kharismatik, yaitu Hasyim Asy’ari, yang merupakan salah satu dari pemimpin muslim terbersar Indonesia pada pergantian Abad lalu, dan dan seorang ayah, Wahid Hasyim yang juga merupakan tokoh penting dan pernah menjabat posisi menteri agama pada 1945.

Sebagai cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Gus Dur mewarisi kharisma moyangnya. Hasyim Asy’ari dekenal sebagai seorang penggalang Islam tradisional yang sangat berpengaruh. Ia mendirikan sebuah organisasi yang sampai saat ini masih mempengaruhi pola hidup sebagian besar umat Islam Indonesia. Ucapan-ucapannya dita’ati oleh para pengikutnya, terutama dikalangan orang-orang NU.

Disamping itu, jika ditelusuri kebelakang, kharisma tersebut ternyata dapat ditemukan juga pada nenek moyangnya. Gus Dur ternyata memiliki keturunan yang sangat berpengaruh dan berdarah biru. Nenek moyang dari Gus Dur, dapat ditelusuri sampai kepada syeh Ahmad Mutamakkin, seorang yang dipercaya sebagai "waliyullah" (derajat tertinggi dan terhormat dalam keyakinan umat Islam) dan yang merupakan ulama controversial zaman Mataram Kertosuro, Abad ke-18. Syeh Mutamakkin dipercaya juga merupakan keturunan dari orang yang sangat legendaries di tanah Jawa yang juga raja Pajang, yaitu Joko Tingkir, cicit Brawijaya V, Raja Majapahit terakhir.

Rutinisasi kharisma melalui keturunan inilah yang membuat para pengikut Gus Dur sangat loyal, bahkan sekalipun sinyalemen-sinyalemen Gus Dur seringkali sulit difahami dan membingungkan banyak orang. Masyarakat tradisional NU bahkan berani mati untuk mendukung tokoh ini. Ini terbukti dengan dibentuknya "pasukan berani mati" untuk membela Gus Dur dari upaya-upaya yang inign menjatuhkan kekuasaannya. Gus Dur cenderung di sakralkan hal ini terlihat ketika ia banyak mengecewakan para ulama karena pendapat-pendapatnya yang controversial ia tetap lolos sebagai president bahkan ketika setelah ia digulingkan ia kembali menjadi ketua PBNU. Pengaruh pemikirannya juga sangat luas sehingga banyak kalangan kaum muda NU yang tersemangati olehnya sehingga yang kita kenal selama ini telah berdiri Lembaga Kajian Islam Strategis LKIS, dan yang paling menarik dan controversial adalah berdirinya kelompok diskusi Jaringan Islam Libral JIL.

KesimpulanDari uraian di atas, dapat di simpulkan bahwa gagasan sosiologi Weber penekanannya terletak pada tindakan social, makna subjektif dan sosiologi bebas nilai. Dan ini dapat dilihat ketika Weber melakukan analisa tentang pengaruh agama dalam tindakan social seorang individu. Ternyata, menurut Weber, ada hubungan yang sangat erat antara etos kerja kaum Calvinis dengan semangat kapitalisme modern. Kendati demikian, tesis Weber tntang etika Protestan tidaklah sepi dari kritik. Kritik tersebut pada dasarnya di arahkan kepada korelasi yang tidak tepat antara antara protestantisme dan kepitalisme berdasarkan bukti-bukti empirik, dan kepada penggambaran Weber yang tidak cermat mengenai ajaran-ajara Calvinis. Kendati demikian, terlepas dari berbagai kritik yang diarahkan kepadanya, Weber telah menggagas ide-ide besar yang sangat berpengaruh dalam dunia ilmu-ilmu sosial.

Tesis Weber tentang kharisma dan kepemimpinan kharismatik dalam masyarakat Indonesia yang masih didominasi oleh keyakinan-keyakinan tradisional masih dapat diterapkan. Contoh yang representatif adalah Gus Dur yang mewarisi kharisma melalui hubungan darah, keturunan dan institusi, yang kepemimpinannya serta gebrakannya dalam pemikiran keagamaan dan masalah-masalah kemanusiaan mewarnai dan mengubah pola pikir masyarakat NU, terutama kalangan anak mudanya yang antusias dan dinamis. Wallahu a’alm

Langkah Solutif dan Strategis Untuk Papua


Oleh: M. Agus Budianto



"KEBERADAAN Papua dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah final. Oleh karena itu, semua Negara harus menghormati kedaulatan Indonesia". Demikian pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di tengah lawatannya ke China beberapa waktu yang lalu. Pernyataan itu merupakan reaksi keras terhadap manuver politik yang dilakukan Komite Relasi Internasional dari Hous Representatives, AS. (Kompas, 31/07/05)

Sebagaimana diketahui bersama, Rancangan Undang-Undang Nomor 2601, dalam waktu dekat akan di bahas Komite itu, mempertanyakan evektifitas status otonomi khusus (Otsus) untuk Papua. Bahkan, ada keinginan sebagian senator AS yang tergabung dalam Komite tersebut untuk menggugat keberadaan wilayah Papua dan mendukung kebebasan atas Papua dari NKRI. RUU tersebut di perakarsai oleh dua anggota Kongres AS, yaitu Donal M Payne dan Eni FH Faleomavaega, yang mencoba menggalang kekuatan untuk kemerdekaan Papua.

Mereka berpendapat bahwa pemberian status Otsus di Papua, berdasarkan pada UU No 21/2001 tidak sesuai dengan harapan dan cita-cita masyarakat Papua. Bahkan, masyarakat Papua sendiri merasa kecewa dan tertipu, mengingat selama lebih kurang 40 tahun Papua bergabung dalam NKRI, Otsus itu belum pernah terealisasi dengan benar. Belum lagi dikaitkan dengan masalah Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera), yang diadakan untuk membuat warga memilih untuk tidak atau tetap berada di wilayah RI.

Masalah Papua hingga kini masih belum berakhir. Walaupun pemerintah sudah memberikan status Otsus terhadap masyarakat Papua namun hingga kini problematika yang melingkupi mereka belum juga berakhir. Apa sebenarnya yang melatarbelakangi masalah tersebut? Dan bagaimana memecahkan masalah tersebut?
Dalam pandangan penulis, akar masalah di Papua paling tidak dipicu oleh persoalan historisitas Papua. Berdasarkan pada hasil Pepera, yakni kesepakatan bersama antara Indonesia dan Belanda di kantor PBB. Tercatat pula dalam kesepakatan tersebut, pada tahun 1969 diadakanlah PEPERA atau referendum. Namun Pepera ini hanya melibatkan 1.206 orang, dari delapan kabupaten yang terdiri dari 983 pria dan 43 wanita. Yang kemudian orang-orang inilah yang mewakili masyarakat Papua untuk menentukan masuk ke kesatuan RI atau merdeka.

Persoalan kemudian timbul, masyarakat Papua menggugat hasil Pepera tersebut, karena mereka yang ikut dalam Pepera itu tidak dapat mencerminkan keterwakilan mayoritas masyarakat papua. Bahkan, masyarakat Papua menilai hasil Pepera bertentangan dengan aturan yang ada di mana suatu penetuan pendapat rakyat atau referendum itu haruslah melibatkan seluruh rakyat dan bukan sebagian masyarakat.

Problem Solving
Meski RUU 2601 tersebut masih harus dibahas untuk disetujui atau ditolak oleh kongres AS dan Senat, hal itu telah menimbulkan kehebohan di kalangan pemerintah dan rakyat Indonesia. Oleh karenanya, pemerintah Indonesia seyogyanya melakukan evaluasi dan koreksi. Pertama pemerintah Indonesia harus mampu melaksanakan otonomi khusus secara penuh serta harus punya keinginan untuk memperbaiki kelemahan dan kekurangannya selama 40 tahun itu. Karena itu, memang menjadi tantangan bagi pemerintah adalah bagaimana mengimplementasikan amanat UU No 21/2001 tersebut, agar rakyat Papua sendiri tidak lagi merasa dibohongi.

Kedua, pemerintah harus segera merespon serta mengadakan rapat terkait Papua tersebut karena persoalan ini menyangkut keutuhan NKRI. Penulis sangat sepakat atas usaha dari ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid untuk meminta DPR segera membahas secara khusus masalah Papua, agar bisa segera ditangani. Hidayat yang juga mantan Ketua Umum Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu meminta kepada pemerintah untuk segera mengeluarkan sikap penolakan terhadap campur tangan asing. Yakni, dengan cara menyampaikan sikap itu melalui forum-forum internasional. Bisa di PBB maupun pada masyarakat Papua sendiri.

Ketiga, selain mengadakan rapat terkait dengan Papua, pemerintah juga harus segera mengirim delegasi khusus ke kongres AS guna membahas sikap pemerintah AS yang bersikap ganda. Di satu sisi Presiden George W Bush kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menyatakan mendukung kesatuan Indoneasia serta mengecam keras bagi setiap upaya yang ingin memisahkan Papua dari NKRI. Namun, di sisi lain, AS melalui Hous Representatif-nya justru menggalakkan kemerdekaan masyarakar Papua. Ini merupakan penghianatan sekaligus bentuk interfensi AS terhadap urusan dalam negri Indonesia. Delegasi khusus itu bertugas guna melobi kongres AS atas permasalahan Papua, government to government atau parliament to parliament untuk menyatakan secara tegas bahwa Papua adalah bagian dari NKRI.

Hemat penulis, ketiga langkah tersebut di atas, bila benar-benar dilaksanakan dengan baik dan benar, maka persoalan Papua akan segera teratasi. Selanjutnya, pemerintah Indonesia harus mampu memperhatikan dan memperbaiki Papua secara serius, misalnya menggiatkan pembangunan di Papua, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di Papua dan kesejahteraannya. Bila itu sudah dapat ditangani dengan baik, maka intervensi asing terhadap Papua bisa di eliminasi dan masyarakat Papua tetap masuk dalam NKRI.

Indonesia harus tetap percaya diri dengan kebijakan pemberian otonomi khusus bagi Papua yang merupakan jalan terbaik. Sebab itu, pemerintah harus terus mengimplementasikan amanat UU No 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua secara konsekuen dan mampu menyelesaikan kasus Papua ini dengan langkah-langkah kongkrit dan solutif. Hal itu penting guna meningkatkan dan memperkuat integritas wilayah Indonesia mengingat terlepasnya Sipadan-Ligitan dan Timor Timur dari NKRI. Dengan demikian otonomi khusus serta perbaikan di segala bidang, akan membawa Papua sebagai provinsi yang maju dan makmur serta tetap dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wallahu wa’lam.

MDGS dan Bahaya Kemiskinan Bagi Indonesia


Oleh: M. Agus Budianto


INDONESIA menjadi tuan rumah Regional Ministerial Meeting on Millenium Development Goals (MDGs) in Asian Pasivic, yang di selenggarakan di Jakarta beberapa waktu yang lalu. Pertemuan itu diadakan guna mambahas kesiapan Negara-Negara Asia Pasifik dalam menghadapi Millennium Summit yang akan di selenggarakan pada bulan September 2005. Pertemuan tingkat Menteri perwakilan 41 negara di kawasan Asia Pasifik itu bertujuan membahas dan merumuskan program-program yang di canangkan PBB bagi Negara-Negara anggotanya dalam menghadapi abad millennium pada tahun 2015.

MDGs yang di deklarasikan pada tahun 2000 itu memuat delapan target yang harus dicapai oleh Negara-Negara miskin dan berkembang terutama Negara-Negara kawasan Asia Pasifik dan Afrika. Diantara delapan target yang harus dicapai itu diantaranya, mengenai penanggulangan kemiskinan dan kelaparan. Yaitu pada poin pertama dari delapan target pencapaian tersebut.

kenyataan bahwa kemiskinan adalah merupakan salah satu ancaman yang merugikan bagi Negara. Baik bagi Negara miskin dan berkembang maupun juga ancaman bagi dunia global. Saat ini, di dunia terdapat 700 juta lebih orang menderita kemiskinan, serta terancam mati oleh karena mereka hidup dengan biaya kurang dari 1 dolar AS perhari. Belum lagi ratusan juta orang lainnya terancam keberadaannya akibat tereserang komplikasi kemiskinan. Kemiskinan dengan segala bentuk ekspresinya, seperti kelaparan, penyakit mematikan, dan degradasi lingkungan, akibat dari pemenasan global dan modernisasi.

Pertumbuhan Penduduk
Bisa kita lihat bahwa, meningkatnya angka kemiskinan tidak pernah lepas dari tingkat pertumbuhan populasi manusia. Hampir setiap tahun jumlah pertumbuhan penduduk di Indonesia mengalami peningkatan yang menghawatirkan. Menghawatirkan karena peningkatan jumlah pertumbuhan penduduk tersebut juga memperparah angka pengangguran yang sampai saat ini masih merupan fenomena yang menggejala di tanah air. Kalau memang benar demikian lalu apa sebenarnya yang terjadi?

Merujuk pada data Statistic survey Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), biro pusat statistic menggambarkan sekaligus memprediksikan terjadinya tren peningkatan pengangguran terbuka dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009. yang berakibat pada pertambahan penduduk miskin. Ironis memang, mari kita kaji bersama.

Saat deklarasi MDGs di tandatangani pada tahun 2000, penduduk Indonesia saat itu berjumlah 205,7 juta jiwa, dari jumlah tersebut tercatat ada penambahan sekitar 68 juta dalam kurun waktu 25 tahun. Maka, dapat disimpulkan secara rata-rata ada penamabahan jumlah penduduk sebesar 2,72 persen, itu untuk Indonesia saja.

Tingkat pertumbuhan penduduk itu tergolong tinggi meski presentase jumlah penduduk tebesar itu lebih dipengaruhi pada besarnya kelompok usia 15 tahun hingga 65 tahun yang mencapai angka sebesaar 68,7 persen. Sementara yang berada pada kelompok 0 tahun hingga 14 tahun, yang juga merupakan indicator tingkat presentase kelahirannya menurun dari 30,7 persen menjadi 22,8 persen. Meski samar jumlah relativenya sama, yakni sekitar 62,4 juta jiwa.

Tegasnya untuk mengantisipasi semakin menggejalanya angka pertumbuhan penduduk yang berdampak pada pengangguran dan kemiskinan. Solusi terbaik adalah, diharapkan pemerintah serta kesadaran masyarakat untuk berperan serta dalam menggalakkan dan mengkampanyekan layanan pemerintah yaitu, keluarga sejahtera, Keluarga Berencana (KB) terutama bagi keluarga miskin.

Bencana Kemiskinan
Hemat penulis, pada era Pemerintahan Orde Baru (baca: Soeharto), dalam usaha-usaha penanggulangan kemiskinan, cukup bisa dikatakan berhasil, -untuk tidak mengatakan sepenuhnya- keberhasilan tersebut bisa dilihat dalam perjalanannya, pada tahun 1976-1996 jumlah penduduk miskin untuk Indonesia, terus mengalami penurunan secara darastis. Pada tahun 1976, tercatat jumlah penduduk miskin mencapai 54,2 juta jiwa atau 40,1 persen dari jumlah penduduk. Tahun 1996 turun drastis menjadi 22,5 juta atau hanya sekitar 11,3 persen.

Namun, pada saat krisis ekonomi yang melanda pada pertenganhan tahun 1997 seakan menistakan usaha dan program yang dijalankan pemerintah. Dampaknya, tidak tanggung-tanggung, jumlah penduduk miskin meningkat hingga 49,5 juta atau 24,2 persen dari total jumlah penduduk saat itu. Secara rata-rata angka peninkatan itu sebanyak dua kali lipat pada masa kejayaannya. Tingginya angka tersebut jug diperparah oleh banyaknya perusahaan/sentra ekonomi yang mengeluarkan maklumat Putus Hubungan Kerja (PHK), dan banyak diantara mereka menghentikan kegiatan ekonominya alias gulung tikar.

Baru ketika kondisi politik dan perekonomian Indonesia mulai stabil pada pertengahan tahun 2000, jumlah penduduk miskin di Indonesia berkurang hingga mencapai 37,3 juta atau sekitar 19 persen. Tahun 2001, tercatat jumlah penduduk miskin turun meski tidak signifikan, mencapai 37,1 juta dari total penduduk. Sementara tahun 2004 penduduk miskn terus mengalami penurunan hingga menjadi 36,1 juta atau sekitar 16,6 persen. (Kompas,6/8)

Lalu….apakah realitas itu mampu bertahan lama? Tidak, jawabannya. bencana alam kembali datang seakan tak kenal henti. Mulai dari dari gempa bumi di alor, NTT, Papua, hingga bencana tsunami di Nangroe Aceh Darussalam (NAD), serta baru-baru ini penyakit busung lapar, malaria dan berbagai penyakit mematikan lainnya yang memakan ratusan ribuan korban jiwa, justru mengakibatkan angka penduduk miskin terus bertambah hingga 54 juta jiwa.

Hemat penulis, langkah solutif dalam penangannya adalah, dibutuhkan keseriusan dan respons yang tinggi dari pemerintah dan masyarakat guna mengantisipasi semakin tingginya angka pertumbuhan penduduk, pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Dengan cara pembangunan di segala bidang, terutama di bidang perekonomian, baik perekonomian yang bersecala local maupun nasional, guna menyerap banyak tenaga kerja dari masyarakat. Bila tidak, Indonesia akan gagal dalam mencapai delapan target MDGs abad millennium pada tahun 2015, atau Indonesia akan masuk pada kategori The Least Developing Countries (LDCs/Negara terbelakang). Semoga tidak terjadi. Wallahu wa’lam.
Tulisan ini pernah dimuat di harian pagi Bernas Jogja. Senin Pahing, 8 Agustus 2005

Model Kepercayaan dan Perayaan-Perayaan Keagamaan dalam Agama Shinto Jepang

Oleh: M. Agus Budianto


KAMI
Agama Shinto pada mulanya adalah agama alam yang merupakan perpaduan antara faham serba jiwa (animisme) dengan pemujaan terhadap gejala-gejala alam. Dengan cara yang sangat sederhana bangsa Jepang purba mempersonifikasikan semua gejala-gejala alam yang mereka temui. semua benda baik yang hidup atau yangmati dianggap memiliki ruh atau spirit bahkan kadang-kadang dianggap pula berkemampuan untuk berbicara. Semua ruh atau spirit itu dianggap memiliki daya-daya kekuasaan yang berpengaruh terhadap kehidupan mereka.daya-daya kekuasaan tersebut mereka puja dan disebut dengan kami.

Motoori Norinaga; Sarjanawan dan tokoh pembaharu agama Shinto di zaman modern menjelaskan:
Pada mulanya istilah kami diterapkan terhadap dewa-dewa langit dan bumi yang disebutkan dalam dokumen-dokumen kuno tertulis, dan terhadap spirit-spirit (mitama) yang mendiami tempat-tempat suci tempat mereka di puja. Di samping itu, bukan hanya manusia, tetapi burung-burng, binatang-binatang, tetumbuhan dan pohon-pohon, laut dan gunung-gunung, dan semua benda lain, apapun bentuknya, yang patut ditakuti dan dipuja karena memiliki kekuasaan yang tinggi dan luar biasa, semuanya disebut kami. Kami juga tidak memerlukan sifat-sifat istimewa karena memiliki kemuliaan, kebaikan, atau kegunaan khusus. Segala kewujudan yang jahat dan mengerikan juga disebut kami apabila merupakan objek-objek yang pada umumnya ditakuti.

Dari kutipan diatas diketahui adanya empat hal yang mendasari konsepsi kedewaan dalam agama Shinto, yaitu: (i) dewa-dewa tersebut pada umumnya merupakan personifikasi gejala-gejala alam; (ii) dewa-dewa tersebut dapat pula berupa manusia; (iii) dewa-dewa tersebut dapat dianggap mempunyai spirit yang mendiami tempat-tempat di bumi dan mempengaruhi kehidupan manusia dan (iv) pendekatan manusia terhadap dewa-dewa tersebut bertitik-tolak dari perasaan segan dan takut.Semua dewa tersebut dapat dibedakakan menjadi dua macam yaitu Dewa-dewa langit (Amatsu kami) dan Dewa-dewa bumi (Kuni-tsu-kami). Dewa langit bertmpat tinggal di takama no hara, dan dewa-dewa bumi tinggal di bumi. Pada masa purba dewa langit dianggap lebih tinggi daripada dewa bumi tetapi sekarang perbedaan tersebut sudah dihilangkan.

Dewi matahari sangat dihormati terutama karena diyakini sebgai leluhur kaisar Jepang. Ia mempunyai tiga sebutan nama Ama-terasu-omi-kami yang berarti ”dewa-agung-langit bersinar” atau Ama-terasu-hirume yang berarti “langit-bersinar-matahari-putri” atau Ama-terasu mi oya yang berarti “langit bersinar orang tua agung”. Selain tiga sebutan ia juga disimbolkan dengan sebuah cermin yang disebut dengan yata-kagami (delapan-tangan-cermin) atau Hi-gata no kagami (cermin berbentuk matahari) yang disimpan dalam sebuah kotak di jinja utama Ise. Symbol tersebut dipuja sedemikian rupa, dan sering disebut dengan Dewa Ise yang Agung

Dewa-Dewa:
1. Ta-no kami (Dewa ladang-ladang padi) Oho-na-mochi “pemilik-nama-besar” atau oho-kuni-nushi “penguasa tanah yang agung” atau oho-kuni-dama “spirit tanah yang agung”Ji-matsuri : Upacara tanah.
2.Yama-no-kami (Dewa gunung) dewa yang memerintah gunungDewa Ta-no-kami: Dewa gunung yang ada hubungannya dengan tanah-tanah pertanian.
3. Umi-no-kami (Dewa laut)Dewa laut terdiri dari tiga dewa yang disebut dengan Wata-tsumi-no-kami.
4. Suijin (Dewa air)Sering juga disebut dengan Midzuchi yang berarti “ayah tiri”.
5. Hino Kami (Dewa api)Diantara dewa-dewa api ialaha futsu-nushi yang turun dari langit untuk mempersiapkan negeri Jepang sebelum kedatangan ninigi cucu dari dewa matahari. Dewa api disimbolkan dengan sebuah pedang.
6. Kukunochi (ayah pohon/dewa pohon).
7. Dewa manusia: Sugawara michizane = Tenjin
Perayaan-perayaan atau Matsuri
1. Gion matsuriSejak 12 abad yang lampau pada masa kaisar Seiwa, Untuk menolak bahaya penyakit sampar.
2. Iwa-shimizu-matsuri disebut pula dengan Hojo-eDilaksanakan pada malam bulan purnama sekitar bulan Agustus sambil melepaskan benda-benda hidup seperti burung dan ikan.
3. Aoi-matsuriSetap setahun sekali dan telah di mulai sejak 16 abad yang lampau pada masa kaisar Kimmei, tujuannya adalah untuk memproleh hasil panen yang melimpah.
4. Kanda matsuriDilaksanakan tiap tahin pada bilan mei di tempat suci Kanda di Tokyo dengan membawa miniatur tempat-tempat suci yang diarak dan juga pawai kendaraan hias.
5. Kasuga matsuriPerayaan ini sudah ada sejak sembilan abad yang lampau yaitu pada masa kaisar Montoku, perayaan ini merujuk kepada perayaan keagamaan yang terdapat dalam lingkungan masyarakat Jepang purba.
6. Sanno-matsuriDiselenggarakan pada bulan juni tiap tahun dan merupakan perayaan yang sering disebut pula dengan “perayaan resmi” sebab diselenggarakan untuk menyenangkan pihak penguasa.
7. Tenjin matsuri Dalam arti umum: tenjin matsuri adalah perayaan-perayaan keagamaan yang diselenggarakan oleh tempat-tempat suci kitano-tenjin yang tersebar luas diseluruh negri, dan dalam pengertian khusus adalah perayaan yang diselenggarakan tiap tahun pada bulan julil di Osaka.
8. Tenno matsuriKata “tenno” disini adalah kependekan dari kara Gozutenno, nama lain dari dewa susanowo. Selama musim panas diselenggarakan perayaan untuk memuja dewa tersebut yang tujuannya adalah untuk memperoleh keselamatan dari berbagai macam penyakit.

Perayaan-perayaan keagamaan Jepang secara garis besar terbagi menjadi empat macam, yaitu:
1. Haru-matsuri: Perayaan musim semi, yang bertujuan untuk memohon rahmat dewa agar diberi hasil panen yang baik.
2. Aki-matsuri: Perayaan musim gugur, sebagai pernyataan terimakasih atas hasil panen.
3. Reisai: Perayaan tahunan, dan4. Shinko-shiki: Perayaan arak-arakan dewa
Permikiran keagamaan Shinto terhadap dunia:
1. Takama-no-hara: tanah langit tinggi. Yang berarti dunia suci yang menjadi tempat tinggal para dewa langit (Amatsu-kami).
2. Yomi-no-kuni: menurut kepercayaan agama Shinto orang yang sudah meninggal dunia akan pergi ke dunia ini. Dunia ini dibayangkan sebagai dunia yang gelap, kotor, jelek dan menyengsarakan.
3. Tokoyo-no-kuni: arti kata tokoyo adalah kehidupan yang abadi. Negeri ni dibayangkan sebagai sebuah dunia yang penuh kenikmatan dan kedamaian, dan dianggap sebagai tempat tinggal arwah orang-orang yang meninggal dunia dalam keadaan yang suci.
Ketiga dunia ini sering disebut dengan kakuri-yo yang berarti “dunia yang tersembunyi” sementara dunia tempat tinggal manusia (dunia aktual) disebut dengan utushi-yo, yang berarti dunia yang terlihat atau dunia yang terbuka.

AGAMA RAKYAT, UPACARA DAN PERAYAAN KEAGAMAAN
Agama rakyat sebenarnya adalah merupakan agama peimitip yang telah bercampur dengan unsure-unsur yang berasal dari agama Shinto, agama Buddha, dan agama-agama serta kepercayaan-kepercayaan lainnya. Agama rakyat tidak memiliki kitab-kitab suci, tidak tersusun dalam bentuk-bentuk organisasi tertentu, dan tidak pula berusaha mengembangkan ajaran-ajarannya ataupun memperluas para pengikutnya. Agmaa rakyat merupakan kepercayaan dan peribadaran yang diwarisi sebagai suatu tradisi dan diakui menjadi milik kita bersama. Agama rakyat juga tidak mementingkan pemikiran-pemikiran dalam bidang ajaran atau doktrin tetapi lebih menaruh perhatian pada pelaksanaan berbagai macam upacara dan perayaan keagamaan baik yang berupa rangkaian upacara tahunan, upacara-upacara peralihan, dan sebagainya, yang telah umum dilakukan dalam masyarakat. Oleh karena itu agama rakya dapat dianggap sebagai suatu “agama umum” atau dapat disebut dengan Minkan Shinto, yang berarti “agama Shinto kalangan rakyat”

Patung-Patung Dewa:
1. Patung dewa doso-jin: yaitu dewa pengawas jalan raya.
2. Patung dewa kamado-no-kami, yakni dewa pengawas api dapur.
3. Patung dewa ryu-jin, dewa ular naga yang dianggap sebagai dewa pembimbing dan pengawas angin dan huja.
4. Patung dewa daikokute, yaitu salah satu diantara ketujuh dewa yang memberikan keberuntungan dan nasib yang baik

Perayaan-perayaan
Perayaan tahunan:
1. Perayaan tahun baru ada dua yaitu: shogatsu dan koshogatsu, yang pertama adalah perayaan tahun baru yang berlangsung satu minggu dimulai pada tanggal 1 januari..koshogatsu: adalah perayaan tahun yang dimulai pada 7 januari dan berakhir 15 Januari. Pada tgl 14 Januari sore hari dinyalakan sebuah api unggun untuk menyambut datangnya kami yang telah bermurah hati memberikan padi pada setiap tahun.
2. Perayaan Pergantian musim: dirayakan ada tanggal 4 Februari pada umumnya dianggap sebagai permulaan musim semi.
3. Perayaan boneka (Hina matsuri)Diselenggarakan padatanggal 3 Maret.
4. Perayaan musim semiDiselenggarakan pada tanggal 23 Maret.
5. Perayaan musim bunga (Hana matsuri)Diselenggarakan pada tanggal 8 april.
6. Perayaan hari anak-anakDiselenggarakan pada tanggal 8 april.
7. Perayaan bulan junia. Perayaan kami air (Suijin matsuri) diselenggarakn pd tgl 15 junib. Perayaan musim panas diselenggarakan mnjelang akhir bulan juni terutama di daerah pedesaan untuk mencegah timbulnya wabah-wabah penyakit. Perayaan pensucian massal (Oharai) di selenggarakan di setap tempat suci dewa plindung di setiap tanggal 30 juni, secara simbolis orang-orang memindahkan dosa-dosa dan kotoran jiwa mereka yang telah tertumpuk selama setengah tahun sebelumnya ke sebuah boneka kertas yang mereka bawa.
8. Perayaan bintang (Tanabata)diselenggarakan pada malam tanggal 7 Juli guna memberi hormat kepada bintang Vega dan Altair.
9. Perayaan orang mati (Bon-matsuri)Dirayakan antara tanggal 13-16 Juli muakae-bi: yang berarti api selamat datang, okuri-bi: api selamat jalan.
10. Perayaan bulan agustustsukimi: upacara memangdang bulan (menikmati dan mengagumi keindahan bulan purnama) kaza-matsuri, perayaan keagamaan yang diselenggarakan dg tujuan mendamaikan kami-angin dan menghindari bahaya yang diakibatkan oleh angin topan.Upacara-upacara lain yang ada hubungannya dg panen padi.
11. Perayaan bulan September
Upacara peralihan:
1. Upacara masa kanak-kanak
2. Upacara usia dewasa
3. Upacara perkawinan4 Upacara usia lanjut
5. Upacara kematian

Sumber:
Dr. Djama’nnuri. MA. Agama Jepang. Yogyakarta. PT. Bagus Arafah. 1981
Dr. Djama’nnuri. MA. Agama Shinto. Dalam. Agama-Agama Dunia. Yogyakarta. IAIN Sunan Kalijaga Press. 1988

AGAMA LOKAL DAN AGAMA IMPOR “Awal kemunculan dan keberadaanya di Indonesia”


Oleh: M. Agus Budianto


FAKTA sejarah agama-agama membuktikan bahwa paham akan adanya kekuatan diluar kemampun manusia atheisme sudah berkembang sangat lama, bahkan mungkin sama tuanya dengan umur manusia. Atheisme disini dapat mencakup: kepercayaan kepada sesuatu yang personal namun bukan Tuhan, yakni dewa-dewa seperti masa India dan yunani kuno. Juga keyakinan kepada sesuatu yang impersonal dan bukan Tuhan, yaitu kepercayaan kepada langit sebagai prinsip metafisika yang mengatur kehidupan (Lao-tze), kehendak langit sebagai hukum moral (Konfusianisme), hukum asal-usul yang saling berkaitan (Buddha), dan hukum gerak (Issac Newton). Itu merupakan hak masng-masing manusia untuk mengekspresikan keyakinan dan agama kepercayaannya. Baik keyakinannya terhadap Tuhan maupun dalam kebebasan mereka dalam melakukan ritual-ritual keagamaannya sebagai ungkapan kepatuhannya antara dia sebagai hamba dan seuatu yang disembah sebagai Tuhannya.

Manusia boleh memilih agama yang ia yakini kebenarannya tanpa harus menyalahkan keyakinan orang lain. Akan tetapi menjadi masalah bilamana agama dan keyakinan menjadi sebuah pertentangan diantara pemeluk agama. Sehingga hal itu mengakibatkan ketidak harmonisan diantara masing-maing pemeluk agama. Misalkan antara agama yang satu dengan agama lainnya saling melecehkan dan membatasi ruang gerak masing-masing pemeluknya lebih parah lagi bilamana masing-masing diantara mereka saling mengkafirkan dan memurtadkan pemeluk agama lain untuk masuk ke agama yang ia anut .

Sangat ironis memang berbagai peristiwa yang secara kasat mata kita saksikan bahwa sebagian masyarakat kita tidak lagi menikmati kebebasan untuk meyakini dan mengamalkan agama dan keyakinan mereka. Penodaan, pelecehan apalagi perampasan kebebasan beragama jelas merupakan ancaman serius terhadap keberagamaan yang tulus. Sebab keberagamaan hanya akan mempunyai makna kalau dihayati dengan penuh ketulusan hati tanpa pamrih apapun. Karena itu kebebasan untuk menganut atau tidak menganut suatu agama adalah suatu kondisi yang mutlak diperlukan. Tanpa kebebasan yang penuh dan utuh yang ada adalah kepura-puraan dan kemunafikan .Definisi Pemerintah Terhadap Agama Yang DiskriminatifDefinisi agama yang dibuat oleh pemerintah sangat diskriminatif. Takrif agama versi pemerintah menyebutkan bahwa “agama adalah sistem kepercayaan yang disusun berdasarkan kitab suci, memuat ajaran yang jelas, mempunyai nabi dan kitab suci”. Definisi ini berimplikasi negatif karena menimbulkan diskriminasi terhadap agama-agama ‘bumi’ yang tidak memenuhi syarat sebagai ‘agama’ sesuai definisi pemerintah.

Padahal, menurut MM. Billah, secara sosiologis, agama disebutkan sebagai sistem kepercayaan dan praktek-praktek kepercayaan serta nilai-nilai yang di belakang kepercayaan itu, nilai filosofis, berkenaaan dengan ketentuan-ketentuan dari yang suci, atau pemahaman hidup dan penyelamatan hidup dari masalah keberadaan manusia. Artinya, secara sosiologis, agama dianggap sebagai gejala sosial dan psikologis berkenaan dengan nilai-nilai yang ditentukan dalam kelompok sosial. Lebih lanjut menurut Billah, dalam sosiologi tidak dibedakan antara agama wahyu dan agama non wahyu atau agama langit dan agama bumi, karena agama adalah sistem kepercayaan. Celakanya, pemerintah telah salah kaprah melontarkan definisi yang diskriminatif sebagai patokan. Padahal, definisi agama versi pemerintah jelas-jelas bermasalah. Kepercayaan Adat Sunda Wiwitan, Kaharingan dan Kejawen, untuk menyebut di antaranya, adalah contoh agama-agama lokal yang terpinggirkan karena tidak memenuhi kriteria agama ala pemerintah.

Diskriminasi yang kemudian terjadi pada penganut agama lokal di antaranya diskriminasi hak sipil. Mereka terancam tidak memiliki KTP karena komputer pemerintah hanya bisa menuliskan satu dari 5 agama. Atau, mereka harus memilih pencantuman sebagai salah satu pemeluk agama yang 5 untuk dapat dibuatkan KTPnya. Belum lagi masalah pencatatan perkawinan yang seringkali ditolak oleh Kantor Catatan Sipil karena bukan pemeluk salah satu agama. Atau masalah-masalah lain yang timbul menimpa penganut agama-agama lokal karena definisi yang diskriminatif tentang agama dari pemerintah.


Kemunculan Aliran-Aliran Kepercayaan Dalam Agama Besar Di Indonesia

Dari sekian paparan diatas, yang menarik dicermati justru kemunculan aliran-aliran atau kepercayaan masyarakat lokal adalah dikarenakan adanya sempalan dari 5 agama besar yang ada di Indonesia, bagaimana sesungguhnya kisah tumbuhnya aliran-aliran ini dalam agama? Lalu apakah mereka masih termasuk dalam satu kesatuan agama besar tadi yang ada atau telah memisahkan diri sebagai agama yang berdiri sendiri dan bebas dari pengaruh induknya?

Aliran dalam Agama Islam:

Rasululalh pernah bersabda, suatu saat umatnya terbelah menjadi 73 firqah, alias golongan . Repotnya, umat Islam lalu berlomba membentuk dan membanggakan golongan yang paling benar. Bagi umat Islam, aliran kepercayaan bagai duri dalam daging. Sempalan-sempalan agama yang dianggap menyesatkan itu hidup subur dan beragam. Aceh yang sering disebut Serambi Mekah, menjadi daerah paling rawan dan hampir tak pernah diam, dari hilir-mudiknya aliran sempalan. Aliran sesat Bantaqiyah, misalnya. Mereka diduga punya satu sambungan ajaran Hamzab Fansyuri yaitu ajaran Wujudiyah, yang sejak abad 16 merupakan aliran paling terkenal di daerah itu. Ajaran ini mengumbar tata cara ibadah mirip ajaran Syekh Siti Jenar yang menyebarkan fana fillah alias musnah dalam Allah dan Anal Haq atau Akulah Tuhan—ajaran yang digagas sufi kontroversial Al-Hallaj. Sempalan lainnya, Pasukan Jubah Putih, menyerbu masjid Nurul Huda Meulaboh dan Sligi pada 1984. Ajaran serupa juga dilakoni oleh pasukan yang menamakan diri Gerakan Ma’rifatullah pimpinan Ilmas Lubis di Aceh Barat. Bersama sederet aliran lain, keduanya lantas dilarang. Ketua Badan Koordinasi Penelitaan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor pakem) secara resmi meminta agar Kejaksan Tinggi Aceh membubarkan seluruh kegiatan LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) yang menjurus ke jalur sesat. Pimpinan LDII nekad mengisolir pengikutnya dari umat Islam lain. Mulai dari sholat berjamaah dan berjabat tangan. Mereka bahkan beranggapan bahwa tempat duduk yang baru ditempati umat islam lainnya, dianggap haram tanpa disucikan dulu. Pada tanggal 28 Januari 1983 Tarekat Saufiyah Sumaniyah yang konon warisan Syeikh Ibrahim Bonjol, diberangus. Aliran ini menganggap haji tidak wajib, cukup mensucikan diri. Tak lama berselang, di Kuala Simpang tokoh bernama Abdul Majid Abdulah, bersama pengikutnya bersyiar menggegerkan: orang tua dan kakek Nabi Muhamad sebagai kelompok kafir yang kelak menjadi kerak neraka. Aliran ini, termasuk jenis non tarekat, mengharamkan surat yasin dan wirid. Sebaliknya persenTuhan laki dan perempuan setelah wudu, dianggap sah-sah saja untuk menjalankan salat. Yang lebih aneh, daging anjing dihalalkan. Aliran yang dibabat tanggal 7 Pebruari 1983 ini memiliki kitab sendiri, bernama Subulus Salam. Larangan juga berlaku bagi ajaran Ilman Lubis tahun 1982. Aliran sesat yang tumbuh di pulau Simeulu, Aceh Barat, menerangkan kiblatuliman terdiri kiblat tubuh, nyawa, hati, dan sirr. Bulan Juli 1978, dua aliran lagi di bumihanguskan di Aceh Tenggara. Ahmad Arifin sang pemimpin menganggap alam raya sudah ada sebelum Allah. Sebentar kemudian giliran pasukan pengikut Ma’rifatulah di Banda Aceh, dibekuk. Di Jawa, Islam Jamaah dibubarkan pada 1971. Para bekas penganutnya lari ke Lemkari yang sebagian besar mengikuti ajaran Ubaidah. Pemimpin aliran ini. Pos terbesarnya ada di Jawa Timur, bercirikan mode celana ‘anti banjir’ dan mengharamkan bermakmum dengan orang di luar jamaah mereka. Jakarta tak mau ketinggalan. Aliran Ingkar Sunah, yang melarang adzan, ini berhasil menyedot masa. Tapi, 30 September 1983, pengikutmya berhasil diringkus aparat. Sementara Teguh Esha, penulis novel Ali Topan Anak Jalanan, bereksperimen menciptakan tata cara sholat baru. Rekaatnya berjumlah 19 sehari. Dikemas dalam bacaan bahasa Indonesia, plus adegan silat. Teguh menyebut dirinya Rasul, dan berseru bahwa hadis itu dusta Di Jawa Barat, tak kurang dari 120 aliran dilarang hidup. Di antaranya, yang tumbuh di bumi priangan Bandung, aliran Ahmadiyah, tamat pada tahun 1983. Ada pula segerombolan orang Sumedang yang nekad menyembah matahari. Yang terakhir, konon, punya kitab sendiri yang dibuat oleh penciptanya, Mai Kartawinata: Pedoman Baru Dasar Perjalanan, dan Budi Jaya, semuanya dalam bahasa Sunda. Kitab itu disusun dari kumpulan wangsit yang diperoleh saat bersemedi di Purwakarta. Di Subang muncul aliran serupa. Lebih drastis lagi, ajaran ini menganggap Islam agama impor. Buat apa salat dan puasa yang bikin kurus? Di Garut muncul Ahmadiyah Qadian, yang dituding bertentangan dengan Islam, kemudian memicu munculnya Ahmadiyah baru, dengan embel-embel Lahore. Terakhir muncul tarekat Idrisiyah, yang mengajarkan zikir sampai pingsan. Menurut MUI, aliran-aliran itu di luar jamaah Islam. Seseorang pimpinan aliran sesat juga muncul di Klaten, Jawa Tengah. Ki Kere Klaten, begitu ia menamakan dirinya. Tahun 1983, ia harus rela pasukannya dihantam pemerintah. Menyusul kemudian, golongan Islam Alim Andil pada 1981. Aliran Subud yang merupakan terusan ajaran mendiang Subud, juga dibredel tak lama kemudian. Di Ranah Minang lahir aliran Jamiyatul Islamiyah. Pengikutnya mencapai 50 ribuan menyebar hingga ke Ambon. Aliran ini menyumpah jamaah dengan menginjak Alquran, menghilangkan kata Muhammad dalam syahadat sehingga artinya menjadi "akulah ini rasul". Sedang di Sulawesi Selatan, tiap musim haji sekolompok orang pergi ke gunung Bawakaraeng dan bertawaf mengelilingi tugu Beton Triagulasi yang dipancang oleh Belanda. Tahun 1987 angin topan dan banjir menghajar para haji itu : 13 orang tewas . Beberapa aliran kepecayaan dan kebatinan, yang dilegalkan oleh GBHN, terhimpun dalam DPPK. Diantaranya Sumarah dengan kitab suci Sesanggaman, Pangestu dengan Pusaka Sasengko, Jati Kawruh Kasunyatan dengan Kawula Gusti Murid Sejati dan ajaran Ngesti Tunggal. Pangestu sendiri dilahirkan oleh R Soenarto Mertowerdojo tanggal 14 Februari 1932 dan resmi jadi organisasi pada 1949. Mereka merupakan aliran pertama yang punya organisasi di alam kemerdekaan Indonesia. Sedangkan aliran Sumarah, disebut bukan kepecayaan, tetapi paguyuban menuju ketentraman lahir batin. Aliran ini dikenalkan pertama kali oleh Raden Soekino Hartono. Sebenarnya terdapat banyak persamaan dari aliran-aliran legal itu. Sebagai organisasi aliran, mereka lahir dari rintisan seseorang yang kelak menjadi sesepuhnya, yang akan membibing pengikutnya untuk tumbuh. Yang lebih penting adalah meyakini KeTuhanan Yang Maha Esa. Menurut DR.Kunto Wijoyo dosen Sejarah Fakultas Sastra UGM, munculnya berbagai aliran sesat disebabkan tipisnya keimanan seseorang, dan ketidaktahuan tentang agama yang benar.


Aliran dalam Agama Kristen:

Kebanyakan aliran dalam agama ini diimpor dari Amerika. Children of God adalah yang paling menggemparkan. Pasalnya istilah "kasih" diterjemahkan sebagai kebebasan seksual. Aliran ini disapu pada tanggal 12 Maret 1984. Sebelumnya Sidang Jemaat Kristus yang dikembangkan Raja Dame Sihotang dibredel tahun 1980. Di Jabar, Aliran Kepribadian diberangus pada 1972. Menyusul kemudian Aliran kepercayaan Manunggal dan ajaran Siswa Alkitab Saksi Yehova yang masing-masing tamat riwayatnya pada 31 Juli dan 7 Desember 1976. Madrais yang berpendapat agama tak lebih kuat dibanding kebatinan, turut dibabat. Sementara di Jawa Barat berdiri Paguyuban Adat Cara Karuhun Urang (PACKU). Paguyuban yang dibentuk Djatikusumah 11 Juli 1981, ini menghendaki surat pernyatan keluar dari agama yang semula dianut bagi calon anggotanya. Ajarannya masih percaya Yesus tapi tidak terhadap gereja sebagai jalan.


Aliran dalam Agama Budha:

Yang paling terkenal aliran Nichiren Sosu Indonesia (NSI), dari Jepang, yang lantas menyerang seluruh sekte lain. Diresmikan oleh Alamsyah Ratu Prawiranegara, di Mega Mendung, Bogor, Jawa Barat, akhirnya menjadi aliran legal. Sementara Budha Mahayana hasil kreasi Bikhu Surya Karma Chandra dilarang pada 21 Juli 1978 lantaran tidak mendapat dukungan masyarakat karena tidak menerima doktrin KeTuhanan Yang Maha Esa. Patung sesembahannya tak hanya satu patung Budha tapi juga diletakkan patung lain 10 kali lebih besar sebagai perlambang Awalokitesshwars alias Kwan In.


Aliran dalam Agama Hindu:

Hare Khrisna, aliran yang mempunyai ajaran baik, tetapi dianggap lebih cocok untuk sanyasin yaitu yang sudah lepas dari keduniawian. Mereka banyak diprotes karena bermaksud meniadakan segala bentuk upacara keagamaan di Bali dan menimbulkan perpecahan di kalangan umat Hindu. Aliran ini cuma mengakui Khrisna sebagai Tuhan. Akhirnya dibekukan pada 1971. Aliran Sadar Mapan tercipta pada bulan April1984, lantaran Hardjanto, pemimpinnya, dipecat dari Parisada Hindu. Pusatnya ada di Tengger, Jawa Timur, dengan penganut berjumlah kurang lebih satu juta orang.